NILAI IBADAH QURBAN
Oleh: Ust Didik Sugianto, SE, S.Ag
Tidak ada yang sia-sia dalam setiap ibadah
yag Allah syariatkan kepada manusia. Semuanya itu pasti ada hikmahnya. Hanya
kita saja yang kadang belum mampu menemukan dan mendapatinya. Tapi kalau saja
kita mau menelusurinya pasti kita tidak akan sia-sia. Termasuk dalam
pensyariatan ibadah qurban. Setidaknya ada beberapa hikmah yang dapat
kita jadikan pelajaran. Diantaranya adalah:
1. Keikhlasan dan ketulusan .
Yang sangat mengagumkan
dari peristiwa sejarah qurban Nabi Ibrahim adalah keikhlasan dan ketulusan
dalam menjalankan perintah Allah tanpa ada rasa berat hati, beban,
ataupun ketidak tulusan dalam menjalankan perintah Allah . Memang Nabi Ibrahim
sebagai manusia tentu akan merasa berat ketika mendapatkan perintah dari
Allah untuk menyembelih anaknya, yaitu nabi Ismail. Tapi kecintaan,
keimanan dan ketaatan Nabi Ibrahim kepada Allah jauh lebih besar daripada
kecintaan terhadap anak, istri, harta, bahkan dunia dan seisinya, menjadikan
perintah yang terasa berat tersebut terasa ringan, juga disisi lain Nabi
Ibrahimpun yakin bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan mereka dan
Allah akan memberikan yang terbaik untuk mereka.
2. Kesabaran
Bila kita renungi,
peristiwa yang terjadi kepada Nabi Ibrahim dengan adanya perintah untuk
menyembelih anaknya merupakan suatu peristiwa luar biasa yang membutuhkan
tingkat kesabaran yang luar biasa. Apalagi anak yang harus diqurbankan adalah
seorang anak shaleh yang telah dinanti-nantikannya selama puluhan tahun, dan
ketika apa yang mereka nanti-nantikan tersebut hadir, lalu ada perintah untuk
menyembelihnya, tentu ini merupakan suatu hal yang sangat berat dilakukan untuk
ukuran manusia biasa.
Yang luar biasa adalah kesabaran ini bukan hanya dimiliki oleh Nabi Ibrahim saja, tetapi dimiliki oleh seluruh keluarga, baik anaknya sebagai orang yang menjadi korban, ataupun istrinya sebagai seorang ibu yang telah melahirkan anak yang akan dikorbankan. Sekali lagi dalam menjalankan perintah ini sangat dituntut adanya kesabaran yang luar biasa, dan hal ini sudah dibuktikan oleh keluarga Nabi Ibrahim, sebagaimana yang dikisahkan Allah dalam Al-Quran : “Maka tatkala sang putra itu berumur dewasa dan bisa berusaha bersama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku, sesungguhnya aku bermimpi aku menyembelihmu, maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!”. Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, Kami berseru dan memanggilnya: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah meyakini mimpi kamu itu. Sesungguhnya demikianlah, Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar merupakan ujian yang nyata. Dan Kami tebus putra itu dengan seekor (kambing) sembelihan yang besar. Dan Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian”. (QS. Ash-Shaaffaat, ayat 102-108).
Yang luar biasa adalah kesabaran ini bukan hanya dimiliki oleh Nabi Ibrahim saja, tetapi dimiliki oleh seluruh keluarga, baik anaknya sebagai orang yang menjadi korban, ataupun istrinya sebagai seorang ibu yang telah melahirkan anak yang akan dikorbankan. Sekali lagi dalam menjalankan perintah ini sangat dituntut adanya kesabaran yang luar biasa, dan hal ini sudah dibuktikan oleh keluarga Nabi Ibrahim, sebagaimana yang dikisahkan Allah dalam Al-Quran : “Maka tatkala sang putra itu berumur dewasa dan bisa berusaha bersama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku, sesungguhnya aku bermimpi aku menyembelihmu, maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!”. Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, Kami berseru dan memanggilnya: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah meyakini mimpi kamu itu. Sesungguhnya demikianlah, Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar merupakan ujian yang nyata. Dan Kami tebus putra itu dengan seekor (kambing) sembelihan yang besar. Dan Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian”. (QS. Ash-Shaaffaat, ayat 102-108).
3. Ketaatan
Perintah yang dijalankan
Nabi Ibrahim untuk menyembelih anaknya yang dicintai membuktikan ketaatan yang
luar biasa kepada Allah. Nabi Ibrahim telah menjadikan Allah diatas
segala-galanya, termasuk anak dan istrinya. Allah berfirman dalam surat
Al-Baqarah ayat 131: Artinya: “Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk
patuhlah!\" Ibrahim menjawab: \"Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta
alam\".
Dalam surat Al-Baqarah ayat 133 Allah berfirman : Artinya : “Adakah kamu hadir ketika Ya\'qub kedatangan maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: \"Apa yang kamu sembah sepeninggalku?\" Mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya". Demikian pula halnya dengan sang istri yaitu Hajar, wanita shalihah yang mempunyai ketaatan yang luar biasa kepada Allah , ketika mendengar perintah Allah dari suaminya beliau tidak berusaha menentangnya, karena ini adalah perintah Allah yang harus ditaati. Begitupun dengan anaknya yang akan menjadi “korban” tidak berusaha untuk mencegah atau mempengaruhi ayahnya untuk tidak melaksanakan perintah tersebut, malah sebaliknya, ia meyakinkan ayahnya, bahwa jka memang itu adalah perintah Allah , maka harus dilaksanakan. Allah mengabadikan perkataan Nabi Ismail kepada ayahnya dalam Alqur’an sehubungan dengan peristiwa ini:
Artinya :“Maka tatkala sang putra itu berumur dewasa dan bisa berusaha bersama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku, sesungguhnya aku bermimpi aku menyembelihmu, maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!”. Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. Ash-Shaffat, ayat 102).
Dalam surat Al-Baqarah ayat 133 Allah berfirman : Artinya : “Adakah kamu hadir ketika Ya\'qub kedatangan maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: \"Apa yang kamu sembah sepeninggalku?\" Mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya". Demikian pula halnya dengan sang istri yaitu Hajar, wanita shalihah yang mempunyai ketaatan yang luar biasa kepada Allah , ketika mendengar perintah Allah dari suaminya beliau tidak berusaha menentangnya, karena ini adalah perintah Allah yang harus ditaati. Begitupun dengan anaknya yang akan menjadi “korban” tidak berusaha untuk mencegah atau mempengaruhi ayahnya untuk tidak melaksanakan perintah tersebut, malah sebaliknya, ia meyakinkan ayahnya, bahwa jka memang itu adalah perintah Allah , maka harus dilaksanakan. Allah mengabadikan perkataan Nabi Ismail kepada ayahnya dalam Alqur’an sehubungan dengan peristiwa ini:
Artinya :“Maka tatkala sang putra itu berumur dewasa dan bisa berusaha bersama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku, sesungguhnya aku bermimpi aku menyembelihmu, maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!”. Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. Ash-Shaffat, ayat 102).
Itulah ketaatan yang
dicontohkan oleh keluarga Nabi Ibrahim yang merupakan contoh ketaatan yang
harus diteladani. Dan buah dari ketaatan ini adalah sebagaimana yang
difirmankan Allah, Artinya: “kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim.” (QS.
Ash-Shaffat, ayat 109).
4. Pengorbanan
Kisah penyembelihan
seorang anak oleh ayahnya dikarenakan ketaatannya kepada Allah merupakan kisah
pengorbanan yang luar biasa. Pengorbanan yang bukan hanya dibuktikan oleh Nabi
Ibrahim saja sebagai seorang ayah, tapi juga dibuktikan oleh Ismail dan Hajar
sebagai seorang anak dan istri. Ibrahim sebagai seorang ayah tentu tidak akan
mau membunuh seseorang yang menjadi darah dagingnya sendiri, apalagi yang akan
dikorbankan adalah orang yang selama ini dinanti-nantikan selama puluhan tahun.
Begitupun dengan Hajar, sang ibu, tentu tidak akan pernah berharap atau membayangkan bahwa anak satu-satunya yang dinanti-nantikan akan dikorbankan oleh ayahnya sendiri. Ismailpun sebagai seorang anak yang masih muda tidak akan pernah membayangkan bahwa suatu saat nyawanya akan terlepas dari jasad oleh ayahnya sendiri. Tapi demi ketaatan kepada Allah yang mereka sendiri yakin bahwa Allah tidak akan mendhalimi hambanya maka merekapun ikhlas menjalankan perintah Allah.
Begitupun dengan Hajar, sang ibu, tentu tidak akan pernah berharap atau membayangkan bahwa anak satu-satunya yang dinanti-nantikan akan dikorbankan oleh ayahnya sendiri. Ismailpun sebagai seorang anak yang masih muda tidak akan pernah membayangkan bahwa suatu saat nyawanya akan terlepas dari jasad oleh ayahnya sendiri. Tapi demi ketaatan kepada Allah yang mereka sendiri yakin bahwa Allah tidak akan mendhalimi hambanya maka merekapun ikhlas menjalankan perintah Allah.
5. Keimanan
Ketaatan adalah buah dari
keimanan, keimanan hadir dari keyakinan, dan keyakinan tumbuh karena adanya
hujjah dan pembuktian. Keimanan keluarga Nabi Ibrahim merupakan keimanan yang
didasarkan pada keyakinan yang dalam karena mereka telah melihat bukti nyata
tentang eksistensi Tuhan yang diyakini dan diimaninya. Dunia dan seisinya
adalah bukti eksistensi Tuhan, bahkan jagat raya yang memiliki bermilyar-milyar
galaksi merupakan bukti yang nyata akan eksistensi Tuhan. Itu semua adalah
bukti yang membuahkan keimanan pada diri Nabi Ibrahim. Allah telah
mengisahkan dalam surat Al-An’am ayat 75-79 tentang pencarian Tuhan yang dilakukan
Nabi Ibrahim, yang menjadikan alam raya sebagai pembuktian adanya Tuhan.
Artinya : “Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda
keagungan di langit dan bumi dan agar dia termasuk orang yang
yakin. Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang dia berkata: "Inilah
Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata:"Saya
tidak suka kepada yang tenggelam." Kemudian tatkala dia melihat bulan
terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu
terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk
kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat." Kemudian tatkala ia
melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih
besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: "Hai kaumku,
sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya
aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan
cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan
Tuhan.” Di sisi lain, Allah telah memberikan bukti secara langsung kepada
Nabi Ibrahim yang semakin menambah keyakinan dan keimanannya, sebagaimana yang
dikisahkan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 260 : Artinya : “Dan
ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana
Engkau menghidupkan orang-orang mati." Allah berfirman: "Belum
yakinkah kamu ? " Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakininya, akan
tetapi agar hatiku tetap mantap. Allah
berfirman:"ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya
olehmu. "Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari
bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu
dengan segera." Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.”
Buah dari apa yang dialami oleh Nabi Ibrahim adalah keimanan dan keyakinan yang sangat dalam kepada Allah , sehingga dari keimanan dan keyakinan yang dalam kepada Allah , melahirkan hal-hal sebagaimana yang telah disebutkan diatas, yaitu ketulusan dan keikhlasan, kesabaran, juga ketaatan. Sehingga apapun bentuk yang diperintahkan Allah, niscaya akan dilaksanakan dengan penuh keikhlasan, kesabaran dan ketundukan. Dan kisah pengorbanan Nabi Ibrahim merupakan pembuktian kualitas keimanannya kepada Allah.
Buah dari apa yang dialami oleh Nabi Ibrahim adalah keimanan dan keyakinan yang sangat dalam kepada Allah , sehingga dari keimanan dan keyakinan yang dalam kepada Allah , melahirkan hal-hal sebagaimana yang telah disebutkan diatas, yaitu ketulusan dan keikhlasan, kesabaran, juga ketaatan. Sehingga apapun bentuk yang diperintahkan Allah, niscaya akan dilaksanakan dengan penuh keikhlasan, kesabaran dan ketundukan. Dan kisah pengorbanan Nabi Ibrahim merupakan pembuktian kualitas keimanannya kepada Allah.
Wallohubishowab…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar